SLIDE SISWA

Selasa, 28 Desember 2010

Doa yang Mengubah Persepsi

Oleh: Toto Haryanto

Jika Anda pernah berkunjung ke Bali, pasti Anda akan menyadari betapa masyarakat Hindu yang merupakan mayoritas di propinsi tersebut adalah umat beragama yang sangat taat beragama. Di setiap rumah, setiap toko, rumah makan dan tempat-tempat usaha lainnya milik mereka, dapat kita jumpai sejenis persembahan yang dikemas apik, kadang diletakkan di depan rumah atau toko, sebagian bahkan memiliki tempat khusus untuk menyimpan persembahan tersebut. Pemberian persembahan tersebut adalah cara yang memang diajarkan dalam agamanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dalam agama lain, masalahnya mungkin agak lebih rumit. Dalam agama Kristen, misalnya, mendekati Tuhan haruslah melalui Yesus, sebab Yesus memang diutus untuk ‘mendamaikan’ Tuhan dengan manusia. Dalam teologi Kristen, Tuhan memang murka pada manusia karena banyak dosa-dosanya dan akhirnya menyesal telah menciptakan manusia. Oleh karena manusia telah dikotori oleh dosa-dosanya, maka harus ada suatu cara agar mereka bisa kembali berhubungan dengan Tuhan. Untuk itu, Tuhan mengutus anaknya agar disalib demi menghapus dosa-dosa manusia. Oleh karena itu, menurut Paulus, tidak ada jalan lain untuk menghapus dosa kita selain dengan mengimani penyaliban Yesus.

Jika kita tilik sejarah peradaban umat manusia, kita dapat jumpai cara-cara 'mendekati Tuhan' yang lebih ekstrem, bahkan hingga melibatkan tindakan berkurban manusia. Suku-suku asli di benua Amerika sejak dulu telah mengenal metode pembunuhan manusia untuk memenuhi keinginan para dewa. Ayah Rasulullah saw. sendiri, Abdullah bin Abdul Muththalib, dulunya hampir disembelih karena sebuah nadzar. Putra Nabi Ibrahim as., yaitu Nabi Isma'il as., juga diperintahkan untuk disembelih. Hanya saja, yang terakhir ini tidak pernah kejadian, karena Allah SWT menukarnya dengan seekor hewan, sehingga penyembelihan hewan kurban menjadi syari'at Islam hingga kini. Adapun kepatuhan Nabi Ibrahim as. atas perintah menyembelih anaknya tidak dilanjutkan dengan tradisi menyembelih anak, tentu saja, melainkan hanya menjadi pengingat bagi umat manusia akan kepatuhan ayah dan anak yang sangat mulia tersebut.

Di masa-masa ketika orang payah memikirkan caranya mendekati Tuhan, dengan kurban atau dengan berhala, saat itulah Nabi Muhammad saw. diutus. Manusia diingatkan kembali kepada Allah SWT, Dzat yang begitu dekat dengan manusia, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengetahui dan tidak pernah lelah mengurusi kebutuhan makhluk-makhluk-Nya, dari bintang terbesar hingga makhluk yang lebih kecil daripada butiran pasir. Yang patut disembah manusia bukanlah batu atau bukit atau patung yang tak mampu berbuat apa-apa. Al-Qur’an pun mengingatkan orang pada muslihat yang dilakukan Nabi Ibrahim as. kepada berhala besar yang disembah kaumnya yang ternyata tak bisa menunjuk siapa yang telah menghancurkan berhala-berhala kecil di sekitarnya.

Dzat yang kita sembah ini bukanlah dzat yang bisa merasakan penat dan meminta waktu istirahat barang sehari, atau bahkan barang sejam sekalipun! Allah tidak merasa berat memenuhi kebutuhan manusia, mulai dari yang paling beriman hingga yang paling tebal kekufurannya. Semua mendapatkan rahmat-Nya, sehingga tantangan yang diulang berkali-kali dalam Al-Qur'an itu selamanya takkan pernah terjawab: Fabiayyi aalaa-i rabbikumaa tukadzdzibaan? (Nikmat dari Rabb-mu yang manakah yang hendak engkau dustakan?)

Allah tidaklah lelah membagi-bagikan rahmat-Nya, tidak pula lelah 'mendatangi' hamba-hamba-Nya yang hendak kembali kepada-Nya. Sebanyak apa pun dosa manusia, maka pengampunan Allah pastilah mengunggulinya. Tidak ada dosa yang membuat manusia tak mungkin membersihkan diri, asalkan manusia tidak meniru Iblis yang enggan bertaubat setelah ditegur, bahkan menantang akan menyesatkan manusia setelah ia dikutuk hingga waktu yang telah ditentukan. Singkatnya, kalau manusia tidak ngeyel, insya Allah akan selalu ada jalan untuk memperbaiki diri. Kalau kita mampu berjalan menuju Allah, maka Allah pasti akan berlari menuju kita. Sang Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim tidak tinggal diam begitu saja menyaksikan hamba-hamba-Nya bersusah payah kembali pada-Nya. Inilah keunikan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Bukan hanya masyarakat jahiliyah Mekkah saja yang sulit mencernanya. Hingga kini pun manusia masih saja merasa jauh dengan Allah, padahal Allah sendiri yang menyatakan bahwa Dia dekat dengan manusia.

Allah SWT bahkan menjamin akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Hanya saja adakalanya pengabulan itu ditunda hingga waktu yang ditentukan, atau diganti dengan yang lebih baik. Manusia memang seringkali sulit memahaminya, hingga tidak jarang merasa kecewa karena keinginannya tidak dikabulkan oleh Allah. Padahal, meskipun berat untuk diakui, hanya Allah-lah yang tahu pilihan yang terbaik untuk kita, sedangkan analisis manusia terbatas dengan kemampuan akalnya.

Umat Islam di tanah air pernah mabuk dengan logika sekuler, sehingga iman kepada qadha dan qadar pun dianggap bertanggung jawab atas kemunduran umat Islam. Bahkan ada yang mengatakan bahwa doa itulah yang menyebabkan umat manusia mundur, karena manusia terlalu dibuai dengan keberadaan Tuhan, sehingga agama pun dianggap sebagai candu bagi bangsa-bangsa.

Dalam peradaban Islam, justru kedekatan manusia dengan Tuhannya (salah satunya dengan doa) itulah yang menjadi kunci kemajuannya. Karena yakin akan qadha dan qadar, umat Muslim di masa-masa keemasannya tidak menjadi pasif, justru menjadi aktif, karena meraka yakin rejekinya takkan hilang diambil orang, dan Allah SWT menyukai orang-orang yang kuat berusaha, bahkan usahanya itulah yang akan dinilai, bukan keberhasilan atau kegagalannya.

Adapun doa, kata dasarnya memiliki makna ”memanggil” atau ”menyeru”. Memanggil Allah tentu beda dengan memanggil manusia. Manusia belum tentu datang jika dimintai pertolongan, sedangkan Allah justru senang jika hamba-Nya sering-sering minta tolong pada-Nya. Manusia mungkin menghindar atau diam saja kalau didekati, sedangkan Allah akan mendekat dengan lebih cepat jika manusia datang kepada-Nya. Maka jika seorang Muslim 'memanggil' Allah (baca: berdoa), maka yakinlah Allah telah ada bersama-Nya.

Keyakinan ini akan menumbuhkan kekuatan luar biasa, karena manusia tidak merasa sendirian lagi dalam segenap kesusahan hidupnya. Sesusah-susahnya masalah yang dihadapi, Allah selalu ada bersamanya. Tidak ada masalah yang terlalu pelik untuk dihadapi oleh seorang hamba yang senantiasa bersama Allah.

Prinsipnya, seorang Muslim diajarkan untuk meyakini bahwa doa-doa yang dipanjatkannya kepada Allah (selama doa itu hanya untuk kebaikan) pasti akan dijawab, baik dengan dikabulkan atau diganti dengan yang lebih baik. Oleh karena itu, tak ada hal lain yang lahir dalam jiwa seorang Muslim ketika berdoa selain optimisme. Allah bersama kita, dan Allah akan mengabulkan permohonan kita. Apa yang kita inginkan sudah tersedia di hadapan. Kita hanya tinggal membuka mata dan menjangkaunya saja. Sesederhana itu!

Kita bisa bayangkan jika pemahaman semacam ini diikuti oleh setiap Muslim di muka bumi. Kapan saja mereka merasa kesulitan, mereka 'lari' kepada Allah (dan tak ada perlindungan dan bantuan yang lebih baik daripada di sisi Allah). Bersama Yang Maha Besar, tak ada masalah yang kelihatan begitu besar sehingga tak bisa diatasi. Seketika doa dipanjatkan, maka jaminan telah diberikan. Dapatkan apa yang kita minta, atau yang lebih baik dari itu. Setelah doa ditutup, pandanglah ke depan. Apa yang kita inginkan sudah ada di sana. Kita hanya perlu menjemput kemenangan itu.

Kebanyakan orang sudah kalah sebelum berperang, gagal sebelum berusaha. Seorang Muslim tak kenal kata gagal atau kalah. Apa pun yang terjadi, ia adalah seorang pemenang. Jika tidak di dunia, pastilah di akhirat. Tidak heran dahulu Rasulullah saw. menyuruh Bilal ra. untuk memanggil orang-orang untuk beristirahat dengan shalat. Shalat, yang di dalamnya banyak dibacakan doa, adalah penawar bagi hati orang-orang yang beriman. Selepas shalat, hanya optimisme yang tersisa. Tidak ada lagi penat dan putus asa.

Duhai, nikmat dari Rabb-mu yang manakah yang hendak engkau dustakan?

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar